Merah Putih di Hati, Bukan di Dinding: Perjuangan 58 Koperasi Desa Bangkitkan Ekonomi Lebak
Majalah Banten– Di jantung Provinsi Banten, Kabupaten Lebak menyimpan sebuah narasi perjuangan ekonomi yang lebih dalam dari sekadar cat tembok. Di sini, semangat merah putih—bukan yang berkibar, melainkan yang bergerak dalam denyut nadi koperasi desa—sedang ditulis ulang. Bukan tentang gedung berwarna sang saka, tetapi tentang gotong royong dan kemandirian yang menjadi jiwa dari 58 Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) yang telah aktif menggerakkan roda ekonomi warga.
Lebih dari Sekadar Warna: Membangun dari Nol
Data dari Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Lebak pada Oktober 2025 mengungkapkan fakta menarik: meskipun seluruh desa di Lebak telah memiliki koperasi berbadan hukum, yang benar-benar aktif beroperasi baru 58 koperasi. Angka ini menjadi titik tolak sekaligus tantangan.
Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Lebak, Imam Suangsa, dengan gamblang menjelaskan realitas di lapangan. “Semua desa sudah punya koperasi berbadan hukum. Tapi yang sudah operasional baru 58. Sisanya kami dampingi agar bisa berjalan penuh pada Desember 2025,” ujarnya. Target itu jelas: membangkitkan semua koperasi yang masih tertidur.
Baca Juga: Suasana Mencekam di Holland Village Usai Kebakaran Tewaskan Wiraswasta
Yang lebih menohok adalah penjelasannya tentang fisik koperasi. Program Koperasi Desa Merah Putih seringkali dibayangkan dengan gedung-gedung baru bercat merah dan putih. Namun, realitanya berbeda. Imam menegaskan bahwa tidak semua koperasi memiliki bangunan megah bernuansa merah putih. Banyak di antaranya yang memulai usahanya dengan menumpang di rumah pengurus, kantor desa, atau bahkan menyewa ruko sederhana.
“Yang penting operasionalnya jalan dulu. Ada yang sudah punya bangunan sendiri, tapi ada juga yang masih pakai tempat seadanya,” jelasnya. Ini adalah pesan penting: substansi lebih diutamakan daripada simbol. Ekonomi rakyat harus bergerak, meskipun alasannya masih seadanya.
Semangat Merah Putih di Dalam Jiwa
Koperasi Desa Merah Putih adalah program strategis nasional yang diinstruksikan langsung oleh Presiden melalui Inpres Nomor 9 Tahun 2025. Program ini dirancang untuk membangun fondasi ekonomi yang kokoh dari tingkat desa, seiring dengan program prioritas lainnya seperti Makan Bergizi Gratis dan Sekolah Rakyat.
Namun, Imam Suangsa dengan tegas menekankan bahwa esensi program ini sering kali salah kaprah. Makna “Merah Putih” bukanlah pada cat dinding atau logo.
“Semangatnya adalah gotong royong dan kemandirian ekonomi warga. Bukan catnya yang merah putih, tapi semangatnya,” tegasnya.
Pernyataan ini menjawab anggapan bahwa koperasi ini belum terlihat secara fisik. “Bukan berarti enggak ada, sudah banyak tapi tidak semua menggunakan gedung merah putih,” katanya. Semangat itu hidup dalam setiap rapat anggota, dalam setiap transaksi di warung koperasi, dan dalam setiap hasil tani yang dipasarkan bersama.
Dana Desa sebagai Bahan Bakar Awal
Dari 58 koperasi yang sudah bergerak, sekitar 25 di antaranya mendapat suntikan semangat melalui dana desa yang dialokasikan untuk program ketahanan pangan. Dengan modal rata-rata Rp150 juta hingga Rp200 juta per koperasi, dana ini menjadi pelumas awal bagi mesin ekonomi desa.
Dana tersebut dimanfaatkan untuk membangun unit usaha di sektor yang menjadi urat nadi kehidupan warga Lebak: pertanian, perikanan, dan peternakan. Setiap koperasi melibatkan setidaknya sepuluh orang warga, yang berarti sedikitnya 250 kepala keluarga telah merasakan langsung dampak pergerakan ekonomi ini.
“Jadi sedikitnya 250 warga sudah ikut terlibat langsung dalam kegiatan ekonomi ini,” imbuh Imam. Ini adalah dampak nyata yang angka-angka statistik sering kali luput menangkap.